PENGALIHAN UTANG DEBITUR LAMA KEPADA DEBITUR BARU


(Delegasi vs Novasi Subyektif Pasif)

I. LATAR BELAKANG

PT A adalah debitur BANK yang bergerak dalam bidang Industri beton ready mix dan telah mendapatkan fasilitas kredit. Bahwa dalam perjalanan usahanya, debitur berencana untuk melakukan diversifikasi usaha dengan membentuk suatu holding company, yang nantinya dari setiap bidang usaha yang ada akan dibuatkan badan hukum tersendiri.

Untuk tahap awal, debitur telah ditunjuk sebagai holding company dan untuk usaha di bidang beton ready mix telah dibentuk badan hukum baru yaitu PT A-1, sehingga untuk ke depannya kedudukkan PT A sebagai Debitur lama akan digantikan oleh PT A-1 sebagai Debitur baru.

II. PERMASALAHAN

  1. Bagaimanakah cara pengalihan utang dari debitur lama kepada debitur baru ?
  2. Terhadap hak-hak istimewa yang telah diikat / dibebankan secara sempurna, apakah dapat dipertahankan atau harus dilakukan roya pasang?

III. DASAR HUKUM

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
  2. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
  3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

IV. PEMBAHASAN

1. Peristiwa Pengalihan Hutang dari Debitur Lama kepada Debitur Baru serta Akibat Hukumnya

Berdasarkan ketentuan Pasal 1381 KUH Perdata telah ditegaskan bahwa salah satu peristiwa yang menyebabkan perikatan-perikatan hapus adalah karena terjadinya Pembaharuan Utang.

Bahwa berdasarkan Pasal 1413 KUH Perdata ditegaskan mengenai pelaksanaan Pembaharuan Utang (Novasi), yaitu (dikutip) :

Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang :

1. apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya;

2. apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya;

3. apabila, sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya.

Dalam KUH Perdata, secara umum dikenal 2 macam cara untuk melakukan pengalihan suatu hutang dari debitur lama kepada debitur baru, yaitu sbb :

Perpindahan melalui cara Delegasi (pemindahan)

Secara umum adalah pemindahan hutang dari debitur lama kepada debitur baru yang ditegaskan dalam suatu akta delegasi, namun pihak debitur lama masih terikat untuk menjamin pelunasan utang yang dialihkan kepada debitur baru tersebut. Sedangkan dari pihak kreditur tidak secara tegas menyatakan membebaskan pihak debitur lama dari kewajiban pembayaran hutang yang dialihkan tersebut.

Pasal 1417 KUH Perdata :

Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya seorang berutang baru mengikatkan dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas menyatakan bahwa ia bermaksud membebaskan orang berutang yang melakukan pemindahan itu, dari perikatannya.

Perpindahan melalui cara Novasi Subyektif Pasif (pembaharuan utang)

Secara umum adalah pemindahan hutang dari debitur lama kepada debitur baru yang disertai dengan pernyataan pembebasan hutang yang dialihkan tersebut dari kreditur kepada debitur lama, cfm. Pasal 1413 KUH Perdata tersebut di atas.

Terhadap adanya dua macam bentuk pengalihan hutang yang diatur dalam KUH Perdata tersebut di atas, lalu bagaimana dengan perjanjian accessoirnya ? mengenai perjanjian accessoir yang mengikuti perjanjian pokok atas hutang, diatur dalam Pasal 1422 KUH Perdata sebagai berikut :

Apabila pembaharuan utang diterbitkan dengan penunjukan seorang berutang baru yang menggantikan orang berutang lama, maka hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang dari semula mengikuti piutang, tidak berpindah atas barang-barang si berutang baru.

Bahwa selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, diatur bahwa Hak Tanggungan menjadi hapus karena peristiwa-peristiwa sebagai berikut :

  1. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
  2. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan;
  3. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
  4. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Apabila bunyi Pasal 1422 KUH Perdata dan Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan tersebut dikaitkan dengan 2 macam bentuk pengalihan hutang dari debitur lama kepada debitur baru, maka terhadap bentuk Delegasi secara yuridis perjanjian accessoirnya (antara lain perjanjian pengikatan jaminannya) masih tetap dipertahankan dan tetap mengikat para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini berarti perjanjian accessoirnya tetap exist karena perjanjian pokoknya tetap berlaku. Namun sebaliknya, terhadap bentuk Novasi Subyektif Pasif, maka perjanjian accessoirnya tidak dapat dipertahankan lagi, mengingat perjanjian pokoknya telah hapus dengan adanya pembebasan utang dari kreditur kepada debitur lama.

2.   Tentang Pengalihan Utang dari Debitur Lama kepada Debitur Baru pada permasalahan tersebut

Bahwa berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, antara PT A dengan PT A-1 merupakan badan hukum yang terpisah (separated legal entity) atau merupakan subyek hukum yang terpisah dan berdiri sendiri berdasarkan Akta Pendirian masing-masing perseroan, sehingga mempunyai hak dan kewajiban yang terpisah antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya, terutama dalam melakukan hubungan / perbuatan hukum dengan subyek hukum lainnya.

Berdasarkan uraian pada Pembahasan angka 1 tersebut di atas, terhadap permohonan pengalihan utang debitur dimaksud dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) cara, yaitu melalui Delegasi / Pemindahan atau melalui suatu Pembaharuan Utang (Novasi), dimana masing-masing cara dimaksud mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda.

Delegasi / Pemindahan

Sesuai dengan Pasal 1417 KUH Perdata telah ditegaskan bahwa terhadap pengalihan utang yang dilakukan dari PT A kepada PT A-1, selama BANK tidak secara tegas menyatakan dalam perikatannya bahwa BANK tidak membebaskan PT A dari utang yang dialihkannya tersebut, maka tidak terjadi suatu pembaharuan utang (Novasi). Dengan demikian, apabila pengalihan utang dimaksud tidak menimbulkan suatu pembaharuan utang (Novasi), maka sesuai Pasal 1381 KUH Perdata terhadap Perjanjian Kredit awal (utang yang dialihkan) tidak menyebabkannya menjadi hapus / berakhir, artinya ketika suatu perikatan (Perjanjian Kredit) tidak hapus karena adanya suatu Delegasi / Pemindahan, maka perikatan tambahan atau Perjanjian turutan / perjanjian ikutan / accessoirnya yang dibuat berdasarkan Perjanjian Pokoknya menjadi tidak berakhir pula.

Konsekuensi yuridis lainnya yang timbul dengan dilakukannya pengalihan utang melalui Delegasi / Pemindahan adalah PT A tetap mempunyai kewajiban terhadap pelunasan utang yang dialihkan meskipun utang tersebut telah beralih ke PT A-1.

Perbuatan pengalihan utang melalui Delegasi atau Pemindahan tersebut harus didudukkan dalam suatu Akta Delegasi tersendiri dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Perjanjian Kredit awalnya beserta perubahan-perubahannya.

Pembaharuan Utang / Novasi

Berdasarkan Pasal 1413 KUH Perdata tersebut dalam angka 2, bahwa apabila terhadap pengalihan utang yang dilakukan dari PT A kepada PT A-1 dan sebagai kreditur BANK telah secara tegas membebaskan debitur lama terhadap perikatannya, maka sesuai Pasal 1381 KUH Perdata, terhadap Perjanjian Kredit awal-nya (utang yang dialihkan) menjadi hapus karena disebabkan adanya suatu pembaharuan utang (Novasi Subyektif Pasif), sehingga harus dibuatkan suatu Perjanjian Kredit baru sebagai Perjanjian Pokok yang baru.

Dengan hapusnya Perikatan Pokok awal (Perjanjian Kredit awal), maka terhadap seluruh Perjanjian Tambahan / Perjanjian ikutan / accessoirnya menyebabkan menjadi hapus / berakhir pula, dimana hal tersebut sesuai dengan Pasal 1422 KUH Perdata.

Konsekuensi yuridis dari adanya Pembaharuan Utang (Novasi Subyektif Pasif) tersebut, harus dibuatkan suatu Perjanjian Kredit baru termasuk perjanjian ikutan / accessoirnya antara BANK dengan PT A untuk menjamin pelunasan kredit tersebut dan terhadap PT A-1 tidak dapat dimintakan lagi pertanggung jawaban / kewajibannya oleh BANK selaku kreditur terkait adanya pembebasan utang yang dialihkannya kepada PT. A-1 tersebut.

3.   Potensi terjadinya Permasalahan Hukum

Pengalihan utang debitur melalui cara Delegasi walaupun secara yuridis dimungkinkan dalam KUH Perdata dan ketentuan internal BANK, namun dalam pelaksanaannya dilapangan mengandung risiko hukum, terlebih lagi apabila jangka waktu kredit yang diberikan adalah untuk jangka panjang (long term).

Sebagaimana diketahui bahwa suatu perseroan dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan-perubahan, diantaranya terjadinya perubahan terhadap para pengurus perseroan. Walaupun telah diperjanjikan dalam klausula Perjanjian Kredit bahwa untuk setiap rencana perubahan pengurus perseroan harus terlebih dahulu memperoleh izin dari BANK selaku kreditur, namun fakta yang sering terjadi adalah terjadinya pelanggaran atas klausula dimaksud, disamping karena kurangnya pemantauan dari petugas incharge BANK sendiri.

Untuk saat ini berdasarkan data yang disampaikan, para pengurus perseroan PT A dan PT A-1 adalah sama. Namun tidak menutup kemungkinan dalam kurun waktu tertentu terjadi perubahan susunan pengurus perseroan yang dapat mempengaruhi / merubah kepentingan perseroan yang tidak sejalan dengan kepentingan bank selaku kreditur.

Kepentingan perseroan yang tidak sejalan dengan BANK selaku kreditur tersebut akan semakin kuat manakala perseroan mengalami kondisi keuangan yang memburuk dengan berbagai macam sebab, sehingga berpotensi akan timbulnya rencana / itikad tidak baik untuk melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai debitur. Sejak saat itulah akan timbul friksi yang berawal dari perbedaan kepentingan antara PT A sebagai debitur lama, PT A-1 sebagai debitur baru maupun BANK selaku kreditur.

Berdasarkan pertimbangan dan contoh perkara hukum tersebut di atas, pengalihan utang dengan cara Delegasi akan banyak menimbulkan permasalahan dikemudian hari yang dapat membuat kepentingan BANK semakin sulit untuk dilindungi. Sehubungan dengan hal tersebut, cara Novasi Subyektif Pasif tentunya lebih bijaksana untuk diterapkan dalam permasalahan debitur tersebut, mengingat hubungan hukum para pihak terkait pengalihan utang debitur lama kepada debitur baru telah didudukkan sedemikian rupa dan mampu menjamin kepentingan BANK terhadap potensi timbulnya permasalahan dikemudian hari.

Disamping itu, sampai dengan disusunnya Kajian Yuridis ini, kami masih belum dapat menemukan ketentuan lainnya yang mengatur pelaksanaan lebih lanjut mengenai pengalihan utang melalui Delegasi / Pemindahan, sehingga ketentuan yang dapat dipedomani dan banyak diterapkan oleh unit-unit bisnis di BANK terhadap setiap pelaksanaan pengalihan utang dari debitur lama kepada debitur baru adalah melalui cara Pembaharuan Utang (Novasi).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  1. Bahwa berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia (dalam KUH Perdata), terhadap setiap pengalihan utang dari si berutang (Debitur) lama kepada si berutang (Debitur) baru dapat dilakukan melalui cara Delegasi / Pemindahan atau dengan cara Pembaharuan Utang (Novasi) dengan konsekuensi yuridis yang berbeda untuk  masing-masing cara.
  2. Untuk setiap Pembaharuan Utang (Novasi Subyektif Pasif) harus didudukkan terlebih dahulu melalui suatu perjanjian tersendiri (Akta Novasi) dan Novasi tersebut akan menimbulkan konsekuensi hukum bahwa Perjanjian Kredit awal akan menjadi hapus digantikan dengan Perjanjian Kredit baru, yang mengakibatkan segala hak-hak istimewa yang telah melekat berdasarkan perjanjian ikutan / accessoirnya juga menjadi hapus, sehingga perlu dibuatkan suatu perjanjian ikutan / accessoir baru berdasarkan perjanjian pokok yang juga baru (Perjanjian Kredit baru) yang dibuat antara Debitur baru dengan Kreditur.
  3. Sedangkan untuk pengalihan utang melalui Delegasi / Pemindahan, harus didudukkan dalam suatu perjanjian tersendiri (Akta Delegasi) dan dengan adanya Delegasi / pemindahan tersebut si berutang (debitur) lama tetap mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap pelunasan utang yang telah dialihkan kepada debitur baru. Terhadap perjanjian ikutan / Accessoir-nya tidak berakhir / tetap dapat dipertahankan karena Pengalihan utang dimaksud tidak mengakibatkan adanya suatu Pembaharuan Utang yang dapat mengakibatkan perikatan / Perjanjian pokok (Perjanjian Kredit) menjadi hapus.

Saran

  1. Mengingat potensi terjadinya permasalahan hukum serta belum adanya ketentuan internal yang mengatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengalihan utang melalui Delegasi / Pemindahan, maka kami menyarankan agar pengalihan utang terhadap debitur dimaksud agar dilakukan melalui suatu Pembaharuan Utang (Novasi Subyektif Pasif).
  2. Dengan adanya Novasi (Subyektif Pasif) tersebut, maka terhadap seluruh hak-hak istimewa yang telah diikat dan dijadikan sebagai agunan utang (Perjanjian Kredit awal) tersebut harus diperbaharui pula.
  3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Peralihan Utang melalui Novasi dimaksud, antara lain :
  4. Kemampuan Debitur baru untuk melunasi utang debitur lama kepada Bank sebagai Kreditur, termasuk diantaranya asset-asset yang dapat dibebani dengan Hak Kebendaan.
  5. Akta Novasi wajib dibuat dan Perjanjian Kredit baru atas nama Debitur baru, Akta Novasi dan proses pengalihan fasilitas kredit dimaksud harus tetap menjamin kepentingan Bank.
  6. Perjanjian Accessoir yang melekat pada utang Debitur lama harus diperbaharui untuk menjamin utang Debitur baru, selain itu Bank dapat meminta tambahan jaminan kepada Debitur baru (jika diperlukan).

Catatan :

Apabila jaminan-jaminan yang akan digunakan adalah jaminan yang sama dengan debitur lama (milik PT A), maka hal tersebut termasuk jaminan pihak ketiga dan debitur lama tetap harus mendapatkan persetujuan dari RUPS untuk menjaminkan harta kekayaan Perseroan (PT A) yang melebihi 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan (Debitur lama) untuk kepentingan debitur baru (cfm. Pasal 102 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007).

… and justice for all …

Penyusun : Achmad Susetyo dan Agung Wicaksono A.K.

9 Responses to PENGALIHAN UTANG DEBITUR LAMA KEPADA DEBITUR BARU

  1. annisa maharani says:

    tulisan ini bener2 nambah referensi saya. kira2 ini ada buku nya gg ??? .. atau memang belum ada yg meneliti khusus d bidang peralihan hutang ?

  2. bagus says:

    Layak untuk jadi bahan rujukan

  3. Wahyu MS Ulamm says:

    Bisa jadi tips untuk penanganan di debitur kami di ulamm.

  4. agus says:

    Ada peminjam dua, kemudian atas hutang tersebut diambil alih oleh salah satu terhutang, apakah ini bisa dibuatkan novasi ?

  5. pieter says:

    penjelasannya sangat jelas dan gamblang mas, hanya saja kalau penjaminan nya dari nilai asset yang tidak mencukupi kemudian di tempelkan “BG” dengan nilai melebihi dari 50%, apakah bisa mas, bagaimana dasar hukum perikatannya (jaminan “BG” adalah cash coleteral) trim’s

    • bagaskara says:

      mohon maaf BG di maksud Bank Garansi atau Bilyet Giro ? baik Bank Garansi maupun Bilyet Giro tidak dapat digolongkan sebagai Chash Collateral (jaminan tunai)

  6. rahmawati says:

    misalkan, A punya hutang 1jt kpd B. B punya hutang 1jt500rb kpd C. Bagaimana bentuk surat perjanjian yang sah dan baik apabila B mengalihkan hutangnya ke pihak A dan C, mengingat A, B dan C adalah berteman dan masing2 tahu atas hutang ini. B akan membayar cash 500rb kpd C dan sisanya akan dicicil oleh pihak A ke pihak B. mohon bantuannya. terima kasih.

  7. Dhitz says:

    Salam,
    Maaf mau bertanya.
    Bagaimana bila terjadi:
    Mulanya terdapat akta perjanjian kredit antara kreditur A dengan debitur B dengan jaminan aset.
    Pada perjalanannya, sebagian hutang debitur B dialihkan ke debitur C sehingga C wajib membayar sebagian hutang B. Sejalan dengan pengakuan sebagian hutang yang dialihkan tersebut, C mengakui aset B senilai hutang yang dialihkan tersebut.
    Jika B masih wajib membayar saldo hutang yang tidak dialihkan, apakah B masih dapat mencatat saldo aset tersebut dalam LK-nya?
    Terima kasih.

  8. linda says:

    Bagaimana dengan debitur semula Cv kemudian menjadi PT ? apakah perlu di Novasi ataukah cukup di Addendum saja ?

Leave a reply to rahmawati Cancel reply